Ensiklopedi: SUBUH SENDU
Info penerimaan mahasiswa baru IDIA Prenduan tahun akademik 2010-2011 silahkan klik di sini

SUBUH SENDU

Senin, 04 Oktober 2010

Kirim ini ke Facebook Anda..

www.tips-fb.com

Oleh : Eni Supriani*
Aku terhisap dalam kemelaratan cinta, tubuh disubuh sendu membutuhkan kehangatan. Namun entah apa yang memaksaku berdiri di celah-celah bambu, “ternyata aku terlarut dalam pandangan yang menggugah kerinduan yang beku yang sering aku pertanyakan”. Aku bertanya kepada bayangan hitamku,. Namun dia membisu, “sejenak aku tersadar”, dia hanya bayangan yang menyerupaiku aku melangkah dengan sapu yang tergontai indah berirama dipagi itu, “ aku membersihkan halaman seperti biasa, aku bingung mengapa hatiku gundah seperti ini?

Subuh itu berlalu, fajar telah menampakkan semraut wajahnya yang memerah, “dan aku sama sekali tidak paham dengan isyaratnya??” Pikiranku kalut bercampur seperti adonan kue yang selalu aku kerjakan. Namun sayang!!! Hari ini aku tak membuat kue dagangan karena keraguan itu membutku tak semangat “keraguan, keraguan, tanyaku dalam pikirku.
Pertanyaan itu membeludak, lagi-lagi aku tersentak dari kegalauanku, aku lupa kalau aku belum melihat embok. “mbok……..,aku memanggilnya!! “dia adalah wanita yang membawaku dari khaf pengungsian beberapa tahun yang lalu! lagi-lagi aku memanggilnya, namun tak ada sahutan darinya, aku mendekati pintu bambu tua kamarnya, aku membukanya, aku menyuruhnya lembut, namun kamarnya telah rapi hanya tinggal mukenah dan sejadahnya diatas tali rafiya yang disampirkannya.
“Kebingunganku pun bertambah, mbok kemana? Tak biasanya ia meninggalkan rumah sepagi ini?”. Aku menyegerakan mencarinya sebab kekhawatiranku mulai terlihat aku menyusuri kebun-kebun dan bukit-bukit kecil dibalik rumah bambu? Aku merindukanmu mbok…., hati tak berhenti menyisipkan kata-katanya. Beberapa jam kemudian aku putuskan kembali, sebab tak jua aku menemukan jejaknya, hari sudah terlalu larut, tungku-tungku didesa sudah menampakkan asap, namun hanya tungku dapur bambu yang hilang asapnya.
Semerawut wajahku yang lesu, keputusaannku telah terlebur, sebab diujung pagar telah Nampak jelas kerumunan dirumah bambu, seorang telah mengatakan kepadaku bahwa embok telah pergi dan tak akan pernah kembali, aku merebah, aku keluarkan segala daya upayaku untuk menarik udara dari sela-sela sesakan dada yang membantu perasaan sepiku, logikaku tak lagi berfungsi, aku linglung, hingga aku lupa kalau embok telah tiada, “mbok……”. Tidakkah kau mau menemaniku lebih lama lagi? aku tak punya siapa-siapa selain embok?. mbok bangunlah…. Ceritakan aku tentang masa depan, ajari aku menepi hari-hari yang sulit, mbok….. jangan biarkan subuh sendu menguasai kita, bukankah kau telah membuat tungku didepan dapur bambu kita mbok…! Tiba-tiba seorang tetangga menggoyangku, aku tak lagi mempunyai bayangan, semua benda tak ada bayangan, tetangga-tetanggaku menasehatiku hingga aku merasa sedikit lega.
***
Aku mulai mengurus kebutuhan pemakaman embok. Seketika itu aku melihat wajah yang pucat pasi itu. Kulihat senyum keikhlasan, “aku seolah diberi isyarat, kalau aku taklah bersedih akan kepergiannya, “mbok………aku berjanji dengan isyaratmu, aku akan tetap disni untuk menjadi wanita yang dikagumi seperti cerita masa depanmu.
Mbok……. Walau aku bukanlah siapa-siapa. Namun bagiku, engkaulah ibu yang selalu memberikan kehidupan, aku tak akan pernah melepas cinta dan kasih sayang, akan aku ceritakan, cerita masa depanmu kepada generasiku. Embok….aku ikhlas dengan apa yang terjadi kepada kita, dan hanya doalah yang aku sanjungkan kepadamu untuk kau rasakan baktiku.
*Mahasiswi Semester II
Asal Lombok

Artikel Terkait



0 komentar:

Ensiklopedi © 2010 Template by:
Teroris Cinta Dot Com