Ensiklopedi: HIDAYAH ITU MAHAL, FA..........
Info penerimaan mahasiswa baru IDIA Prenduan tahun akademik 2010-2011 silahkan klik di sini

HIDAYAH ITU MAHAL, FA..........

Senin, 04 Oktober 2010

Kirim ini ke Facebook Anda..

www.tips-fb.com

Oleh : May Rizta Rizqiyah*

Tuhanku,,,
Dalam diam,,,,
Aku tak pernah berhenti berharap,,,,
Akan hati yang kupunyai sendiri,,,
Dan kutata di tempat sunyi,,,,
Pintaku dalam perih,,
Jangan ada skeptis dihati ini,,
Agar aku mampu melihat awan putih,,
Tanpa ada apatis lagi,,,
05 mei 2007

Dalam beban yang kian menumpuk. Hingga kurasa takkan pernah sanggup untuk menepisnya. Aku kehilangan diriku sendiri, lalu kutemui sinar terang, namun,,,……..pada hari ini aku telah melakukan kesalahan terbesar,
akh,,,,,,,, mengapa aku harus pergi ke Gereja tua ini tempat yang seharusnya tak kukenali dan tak kusinggahi !
Ya Allah ampunilah aku,,,,
Semua ini adalah semata-mata karena keterpaksaan.
Kumohon,,,bimbinglah aku dalam menampik beban, sedangkan kekuatanku kian hari kian rapuh, tanpa kakak disisiku!
Perlahan,,kututup diary bercorak kuning kesayanganku itu,
Ya Allah begitu beratnya beban ini??? Hidup bersama Papa yang bagiku saat ini bukanlah tempat yang tepat untuk berbagi. Bahkan dimataku Papa adalah mata-mata yang akan membuka kedokku suatu saat nanti. walau Papa bukanlah orang yang fanatik, akan tetapi ia begitu membenci Islam melebihi apapun. Namun yang aku herankan Papa begitu percaya kepada pembantu kami, padahal merekapun beragama Islam, entah apa sebabnya,,,,
*******
Pagi ini langit masih tampak gelap seperti biasanya, kabut putih takkan pernah lepas dari pagi, kupecahkan keheningannya dengan wudhu. Dingin menggigit tulangku hingga aku menggigil. Tapi aku ingin mengadu mengadu kepada Tuhan dalam munajat yang panjang.
Kulipat rapi sejadah lusuh yang kupinjam dari Bi ijah. Setelah kuselesaikan tahajjud dan shalat subuhku dalam kamar sempit Bi ijah dan suaminya. Aku sangat menyayangi mereka. Tentu saja, karena mereka sangat menyayangiku dan juga kakakku walaupun status mereka hanya pembantu di rumah kami. Kami menganggapnya saudara sendiri. Apalagi mereka tidak dikarunia seorang anakpun. Mungkin itulah yang membuat mereka betah hidup diantara kami. Sepintas kulihat tatapan kagum Bi ijah dan pak kardi. Tapi sungguh aku takkan pernah berharap itu. Aku hanya ingin menjadi kebanggaan Allah dihadapan Malaika-malaikat-Nya. Itu saja. Yach,,,,,seperti nasehat kakakku dulu.
’’Non,,,,,”, sapa Pak kardi, hampir tak kudengar. Raut wajahnya bias, penuh kekhawatiran.
”Ada apa, Pak?”
’’Ehm,,, anu,,,,,,,”
” Sepertinya Bapak ingin mengatakan sesuatu hal yang penting?” tanyaku datar. Aku tak ingin gemuruh kekhawatirannya menyesakkan dadaku.
” Tadi malam Bapak dengar, Tuan berbiacara lewat telepon, kata Tuan Den Ilyas harus diusir dari tempat tinggalnya!”
Cerita pak Kardi panjang lebar Namun bergetar.
”maksud Pak kardi kak Bagaz??” tanyaku memastikan. Pak kardi hanya mengangguk.
” kok namanya Ilyas Pak?”tanyaku lagi mencoba menutup luka. Namun tak dapat kubohongi mataku mulai berkaca-kaca.
” Akh,,,,,semoga saja Pak Kardi tidak melihatnya.”
” iya Non,,,,,biar berkah dan sifat-sifatnya berubah,..mmm,,nama non diganti juga yach, seperti Den ilyas,,,”. Jelas Pak kardi memberiku saran dan aku hanya mampu mengangguk pelan.
” Bagaimana kalau Fatimah Az-zahra!”
Usul Pak Kardi.
”Bagus juga,” kataku setelah agak lama berfikir, sesekali berusaha tersenyum, namun luka ini begitu perih.
*******
Hari ini begitu menyenangkan, ada seberkas ketenangan yang sebelumnya tak pernah kurasakan. Kucoba resapi lebih dalam, ternyata kehampaan itu tak berbekas lagi. Mungkin tak ada lagi ruang kosong yang tersisih untuknya. Entah dari mana yang jelas ini adalah anugrah. Aku harus punya tekad. Aku takkan lemah hanya karena kau perempuan. Aku akan mempertahankan Islam, aku yakin aku bisa bahkan lebih dari pada kak Ilyas.
”Pa, walaupun Fara anak Papa, Fara punya hak untuk memilih apa yang terbaik untuk Fara.” Sejenak aku terdiam.
” Fara nggak pernah memaksa apapun kepada Papa. Tapi mengapa Papa memaksa Farah saat Fara membutuhkan hak Fara Pa..”
Mata Papa kian memerah
” Diam!!!!!!!! Sekarang cepat pergi dari rumah ini!” hardik Papaku, dan Secepat kilat aku berlari. Aku tak ingin Papaku mengulang kata-katanya sekali lagi. Tak kuhiraukan sederas apapan air mata yang terbawa angin. Entah dimana langkahku terheti, yang kutau tangisku memecah deras. Aku menyesal mengapa Papa begitu keras.
”Akh,,,seandainya Mama masih ada diantara kami,” keluhku mendesah
Namun cepat-cepat kutepis. Aku tak ingin keluh dan kesal menyakitiku lebih dalam lagi. Cukup dengan luka ini aku mencoba menata hati.
” Fa,,,,,yang sabar yah,,ini adalah cobaan seteguh apa iman kita.” suara itu lirih namun sangat kukenali. Seolah-olah terlindung dari kabut hitam. Kudapat wajah teduh kak Ilyas memberiku senyuman yang telah lama aku rindukan.
”Kak,,,Papa Kak...Papa,,,,,” tangisku tertahan sambil memeluk erat
” iya Fa,,,kakak tahu,,kakak pun selalu beharap seperti itu, namun hidayah itu mahal. Kalaupun bukan saat ini, kamu harus yakin suatu saat nanti dengan putaran waktu Allah akan merubah apapun yang Dia kehendaki, kamu harus percaya Fa,,ditangan-Nya tidak ada yang tidak mungkin.”
Akh,,,begitu damai aku disisinya.
Semua bebanku seakan sirna tanpa harus kucampakkan. Jelas kurasa derasnya mata air telaga mengalir menyapu bersih ruang hatiku yang terluka. Begitu indahnya Islam.
” Ayo Fa,,, kita pergi” ajak Kak Ilyas sambil menarik lenganku.
” pergi kemana? Bukankah kakak baru saja diusir??” kak Ilyas hanya tersenyum.
” bumi ini milik Allah, kemanapun kita melangkah kita selalu dalam kekuasaan-Nya, jadinya kamu harus yakin Dia tidak akan pernah menyianyiakan kita”
Sejenak aku terdiam meresapi kata-kata Kak Ilyas. Ia adalah kakak yang terbaik sekaligus Guru yang tak pernah lelah menuntunku. Semakin berarti kak Ilyas disisiku, aku tak tahu bagaimana aku harus meniti samudra, sedangkan ditepian pepasirnya saja, aku telah tenggelam begitu dalam.
Kala senja itu mulai menjelang, menghadirkan mega merah yang kian menguning, namun masih kulihat terang. Saat itu kurasakan langit takkan pernah kembali gelap. Seolah-olah malam takkan pernah datang. Namun bercahayakan rembulan dan bertaburan seribu bintang. Meyakiniku bahwa aku dan kak Ilyas bukan orang yang malang,,,

*Mahasiswi Semester IV
Asal Masalembu Island


Artikel Terkait



0 komentar:

Ensiklopedi © 2010 Template by:
Teroris Cinta Dot Com